Minggu, 07 Mei 2017

#ARKI2016 || (Negatif) Seratus Juta Untuk Anda (4)

NAVIGATION
[Next Chapter] [Previous] [First] [Last]

Setelah menuangkan banyak hal ke atas kertas - air mata, tinta, perasaan dan ilfeel karena belum sempet finishing pake grey marker yang sudah saya siapkan - saya kembali ke kamar dan menemukan teman sekamar saya sama betenya.

"Tau gak sih, temanya bukan yang ada di buku."

Lalu saya berkata sama; Kategori komik juga tidak sesuai temanya dengan apa yang ada di buku pedoman. Kasihan Mauren. Kasihan Diko. Kasihan Hastom. Apalagi Zahra yang saya bantuin nyari referensi dari shubuh...

Oh, well... saya berhasil improvisasi, jadi saya lumayan pede enggak akan malu-maluin diri sendiri. Enggak, saya tidak pernah berkata saya pe-de menang, karena tujuan saya di ARKI ini adalah nyari temen dan bikin kesan doang.

Detik ini saya belum ketemu Hastomo, dan saya bertanya-tanya;

'Kalau Diko setinggi itu, saya segimananya Hastomo ya...'

Karena, jujur, saya cebol. MAUREN OKTA AJA LEBIH TINGGI DARIPADA SAYA (nangis).

Dan tolong dicatat, ARKI 2016 ini bakal jadi ARKI terakhir saya karena saya sudah kelas 12... udah mah tua, saya cebol, dan enggak punya kepercayaan diri lagi (ceritanya panjang, ntar baca aja dulu deh).

Setelah lomba, kami harus mengisi form lain, dan sayangnya cuma saya yang bawa cepuk (karena saya lomba komik dan saya hobi gambar di tengah-tengah orang lagi pidato panjang), jadi pulpen saya dipinjam-pinjam.

Sambil mengoper-oper pulpen, tiba-tiba ada anak perempuan (yang lebih kecil daripada saya) yang nanya, "Ini pulpen siapa?"

"Oh, punya saya."

"Pinjem ya?"

Ya saya naro di sana emang buat dipinjem sih - tapi cara dia minta izin, astaga kawaii banget oemjeh.

"Siapa namanya?" tanyaku.

"Rubee."

"Rubi - kayak batu permata?"

Dan enggak, saya bukan memuji. Saya nanya ejaan namanya - tapi dia tersipu-sipu. Kan makin kawaii-desu... meski sebenernya gak enak sih dikenakan salah paham yang disertai salah tingkah.

Side note: Untung gue bukan cowok. BHAK.

"Bukan. R-U-B-E-E."

"Oh."

Udah, percakapan saya dan Rubee berhenti di sana - karena saya juga awkward mau nanya apa lagi dan saya sibuk bertanya-tanya sependek apa saya di mata Hastomo.

Saya tengok kanan-kiri, dan jujur saya masih... gak kenal banyak orang. Ditambah lagi, meski saya sudah tahu beberapa orang yang berisik, saya takut sama Muhammad de Putra, si pujangga cilik yang SANGAT tinggi dan SANGAT berisik. Kawan, saya introvert yang minder, dihadapkan dengan ekstrovert ribut yang pede bukan main saya malah merasa jadi sebutir debu di atas kapas. Kelihatan jelas dan enggak berguna.

Oke, itu agak lebay. Maaf ya Putra, kalau kamu baca ini. Tapi kesan pertama saya memang gitu ke kamu - takut setengah mati.

I'm so awkward with people QAQ

Anyway, sampai mana tadi?

Kita skip aja di bagian saya mau ngambek karena bapak-bapak yang saya lupa nama/ jabatannya itu gak dinotis karena anak-anak sibuk sendiri... (soalnya kurang menarik) dan kita bahas sesi paling abnormal;

Kokologi.

Damn, ada kokologi di tengah-tengah acara ginian... tapi yang bikin saya nangis (babak kedua) adalah pertanyaan ini;

Suatu hari ada seekor burung berwarna biru tiba-tiba masuk ke rumah anda dan terperangkap didalamnya. Anda pun berniat untuk memeliharanya. Namun, ada suatu keanehan yang terjadi pada burung tersebut.
Pada hari pertama warna burung tersebut berubah dari biru menjadi kuning.Pada hari kedua berubah lagi dari kuning menjadi merah terang.Hari ketiga berubah lagi menjadi hitam.


Akan berubah menjadi warna apakah burung tersebut di hari berikutnya?
Pilih salah satu :


a. tetap hitamb. kembali menjadi warna biruc. menjadi warna putihd. menjadi warna emas


Well, dan karena sebelumnya ada pertanyaan yang saya jawab dan bagus, saya pede aja. Tutup mata, membayangkan...

...hitam. Tetap hitam.

BTW saya udah sensor jawabannya biar kalian enggak intip-intip dulu. Nih, di bawah:

a. Burung tetap berwarna hitam
Menggambarkan bahwa diri anda adalah seorang yang memiliki pandangan yang PESIMIS.

b. Burung berubah kembali menjadi biru
Menggambarkan bahwa diri anda adalah seorang yang OPTIMIS.

c. Burung berubah menjadi putih
Menggambarkan bahwa anda adalah orang yang tenang dan tegas dibawah tekanan.

d. Burung berubah menjadi warna emas
menggambarkan bahwa anda adalah seseorang yang tidak memiliki rasa takut, anda tidak mengenal tekanan bagi anda. 


Yep.

Detik itulah baru aku berpikir tentang hidup saya.

Saya hiatus nyaris setaun karena ditolak penerbit - tiap ditolak, hiatus setahun untuk memperbaiki diri. Saya sering ngerasa gak berguna dan nangis diam-diam di kamar. Bahkan untuk ikut ARKI saja, saya ngerasa saya akan kalah, dan butuh dorongan konyol dari teman saya untuk mengirimkan naskah komik saya sendiri. Mungkin yang sering berkunjung ke blog ini ngecek update, tahu kalau saya pernah bilang saya depresi dan pingin bunuh diri (dihapus - karena ya, besoknya saya baik-baik aja).

Bahwa saya adalah orang bodoh.

Dan karena saya sadar sifat saya sesuai dengan jawaban itu, saya nangis.

Gak tau kenapa. Tapi untung saya gak punya teman (Zahra punya teman-teman lain dan Mauren sudah berkenalan dengan banyak orang - secara teknis saya gak punya geng ataupun grup yang bakal peduli sama saya) dan saya duduk paling depan, jadi enggak ada yang menangkap saya menangisi diri sendiri pas noleh ke belakang buat menyesuaikan jawaban dengan teman-temannya.

Yah.

Sampai jumpa di part 5

Jumat, 14 April 2017

#ARKI2016 || Lomba Dimulai, Mewek Bombai [3]

NAVIGATION
[Next Chapter] [Previous] [First] [Last]



Tahu gak, sebelum tidur saya nemu pernyataan TEMA FINAL di buku petunjuk ARKI 2016 setelah Zahra shalat isya. Serius. Temanya bocor(?) sebelum kita mulai lomba.... dan kalau kalian baca bahwa kita satu ARKI kerepotan setelahnya maka anda benar.

Tertulis di sana, bahwa tema komik ARKI 2016 Final adalah Tiba-Tiba Keluargaku Hilang dan tema cerpen ARKI 2016 final adalah Keluargaku Inspirasiku.

Terus karena kita nemu itu, kita diskusi sampai jam 11 malam, dan itu bodoh. Alasan utamanya ikuti cerita ini terus, tapi kalian mungkin bisa tahu kenapa itu ide buruk.

Pertama, kita jadi kurang tidur dan kebanyakan mikir sebelum lomba. Aku juga gampang tegang dan kalau udah gitu saya harus makan cokelat. Saya udah sikat gigi lagi huhuhu...

Kami berdiskusi. Rencana dia lumayan, sungguh. Seengaknya kalau saya pikirkan lagi, dia punya 1 kelebihan meski kemungkinan terburuk terjadi (yaitu tema diganti detik sebelum lomba). Dia udah punya karakter dengan latar dan karakteristik.

Saya juga udah nyiapin plot, agak ngahiwal, tapi sesuai dengan saya yang biasa nulis cerita miris dan tragis. Kisah saya tentang keluarga yang 'hilang' tidak secara fisik, namun secara 'perilaku dan kasih sayang'. Kakeknya saya buat meninggal, ibunya benci dia, ayahnya nikah lagi dan bawa istri barunya pergi, dan dia tinggal di rumah reyot yang ancur.

Rohie, kamu serius? ARKI gak nerima komik berunsur SARA, ide kamu agak menjurus ke family abuse!!

Ya.

Aku tau ini lebih parah daripada komik penyisihan saya yang berkisah tentang kakak yang berusaha bunuh diri karena broken home, dicap pengkhianat dan gak punya bakat dan kemampuan selain bermain game, tapi seandainya kau ingat...

...Ini mungkin lomba terakhir saya. Yang saya inginkan adalah nikmatin saat-saat berharga ini.

Satu hal lagi! Saya pikir, lomba selama 4 jam membuat komik 8 halaman berarti aku hanya bisa berkerja 30 menit per halaman. Saya memutuskan untuk membuat karakter yang bakal mirip meski saya menggambar dengan terburu-buru. Sejak malam hari saya memikirkan gadis ini: Rambut bob, mata bulat, dengan tinggi badan di atas rata-rata.


TIPS ARKI KOMIK 1: Bayangkan kemungkinan karakternya yang bisa kamu gambar dengan cepat tapi punya karakteristik.

TIPS ARKI CERPEN 1: Pikirin nama. Seengaknya kamu gak perlu ngahuleng 30 detik buat nyari nama yang cocok.


Jadi intinya... saya bodoh menyeret Zahra dalam diskusi malam, soalnya kami berdua tidur agak larut dan aku gak yakin saya bisa berlomba dengan tenang.

Sumpah, saya susah tidur. Kepala capek dan kurang sehat sebelum sempat berlomba. Lucu sekali.

Tapi kita bangun pagi dan shalat berjamaah. Kita memikirkan ide dan mematangkannya. Kami bergantian mandi; aku terlebih dahulu karena aku mau keluar dan me-chat Wheza, atau Iru, atau mungkin siapapun yang bisa bikin aku gak nerveous lagi. Aku... gak terlalu banyak bicara sama dia. Soalnya saya anak Introvert yang kurang suka bikin ribut.

"Eh, bisa gak kamu bantu aku cari referensi di internet?" tanya Zahra.

And so I did. Saya ke ballroom jam 5 pagi buat wi-fi dan diam-diam mencari apa yang Zahra butuhkan untuk ide ceritanya. Aku tidak menemukan segalanya yang dia butuh, tapi seengaknya saya berhasil menemukan salah satunya.

Teamwork!

Kita turun dan sarapan. Di sana sudah banyak orang yang berkumpul. Andika sudah berteman dengan orang luar pulau yang agak lebay dan bikin saya takut itu... de Putra, kalau tidak salah. (Maklum saya gak nyaman dengan orang-orang berisik) Fani and the gengz bikin roti bakar. Aku inget cewek-cewek kebanyakan berkerumun di depan meja bubur, roti dan sereal alih-alih nasi. Sementara, saya dan Zahra lebih memilih untuk makan biasa. Nasi adalah sesuatu yang membuat kepalaku berhenti meronta dan bilang, you'll fail eventually, ya dipsheet.

(Saya sudah bilang kan kalau otak saya pikirannya negatif banget?)

Saya pesimis lagi; gimana seandainya ada perubahan tema beberapa MENIT sebelum lomba dimulai? Aku mau nangis. Tapi aku pakai alasan standar untuk menenangkan diri.

Ini lomba terakhir kamu. Enjoy aja. Bikin yang aneh kalau bisa.

So yeah. Aku sarapan. Makan sedikit sambil menciptakan ruang kosong di perut, soalnya aku takut sakit perut waktu lomba. Aku juga menghindari susu, meski tiga per empat gelas teh dengan dua sendok susu cair membantuku menenangkan tangan. Setelah itu kami pergi ke ballroom lagi.

Ternyata kami para kru komikus berlomba di Ballroom, sementara Cipta Syair dan Cipta Cerpen pergi ke tempat lain. Jadi saya gak bisa ngintipin Mauren, Diko dan saya... belum ketemu Hastom. Kan sebel. Saya dikelilingi terlalu banyak orang baru, huu...

Detik dimana para pencipta kata itu pergi, saya melihat 13 wajah cewek saingan pencipta gambar dan 1 cowok penyendiri. Astaga. Dari 15 finalis cipta komik itu, hanya satu cowok yang berdiri di sana. Dan dia masih muda, malu-malu kucing di pojok ruangan! Sementara kami para cewek menunjukkan karya di tengah lorong, dia... dia menyendiri. Kasihan. Tapi imut //slap

Aku tahu cowok itu sejak hari pertama. Guru pembimbingnya menyapaku (bukan dia yang nyapa) dan saya mengobrol sebentar dengan beliau. Kupikir beliau juga mengajakku untuk berkenalan dengan anak itu karena lomba kami sama, tapi dia awkward banget.

Aku di sana agak gak enak gitu... soalnya Mereka saling pamer gambar. Saling menunjukkan skill, dan saya makin minder. Tapi tenang, kawan. Keminderan saya berdampak luar biasa. Saya makin optimis saya gak akan menang dan berpikir ENJOY AJA LOMBA TERAKHIR KAMU DI SMA~

Eh... Back to story.

Singkat cerita, hal terburuk terjadi. Tema diganti 5 menit sebelum lomba dimulai. Dari 'Tiba-tiba keluargaku hilang' menjadi 'Seandainya aku menjadi keluarga'

Aw, man. Berarti Challenger Cipta Cerpen dan Pujangga Populer Prestasian (CCC dan PPP) sumpah lu maksa banget Roh :v kemungkinan besar menghadapi masalah yang sama dengan kami. Otak saya langsung teriak: Kita dikasih tema gak bener di buku dan sekarang yang terlalu terpaku bakal gugur karena panik.

Kepala saya langsung mikir tema yang aku siapkan kemarin malam, dan gue emang rada kaget dan sejenak terpaku-- dan tanpa sengaja jadi impruvisasi.

Keluargaku 'hilang' tidak secara fisik, namun secara 'perilaku dan kasih sayang'. But well, kalau seandainya aku jadi keluarga, itu gak akan terjadi.

Bel ide di kepalaku mulai bunyi.

ding.

Ubah aja fokus plotnya jadi ending.

ding.

Dafuk. Kebetulan. Satu menit sebelum kertas dibagikan, saya punya plot dasar dan alur. Which means saya punya 4 jam full untuk eksekusi ide.

Aku merobek dua halaman dari buku sketsaku, satu berfungsi sebagai pengganti penggaris. (Tips ARKI Komik 2: Gak ada penggaris? Pakai kertas/ tisu/ cepuk.) Saya membuat storyboard - atau lebih tepatnya thumbnailing, soalnya storyboard buat film. Kurang lebih saya berhasil membaginya sebagai berikut:


Halaman pertama, prolog.

Halaman kedua, judul dan cover
(iya saya naro judul di halaman kedua. Kenapa enggak?)

Ketiga dan keempat, pengenalan konflik

Klimaks di halaman kelima dan enam

Tujuh dan delapan, resolusi dan penutup.


Btw teknik ini saya temukan saat saya menemukan 2 ide untuk penyisihan ARKI tahun itu. Setelah saya coba thumbnail, ternyata ide kedua bisa muat hanya dengan 7 halaman, sementara ide pertama butuh 9. Saya belajar untuk merencanakan karena saya pesimis bakal cukup halamannya gitu.

Kurang dari lima menit, saya udah selesai melakukan persiapan dan perencanaan jumlah halaman. Komik saya pas 8 halaman, dan saya gak mikir bahwa ini risiko tinggi. Saya bisa mengurangi resolusi dan penutup dalam satu halaman... gak usah lebay. Tapi detik itu pikiran saya cuma satu. Saya mau selesai.

Ide ini terlalu sayang kalau dijadiin novel.

Ide ini harus jadi komik.

Waktu saya mulai memindahkan thumbnail menjadi draft (cuma butuh 5 menit kurang), saya sadar kesalahan pertama saya.

Saya belum nyiapin nama.

Tapi saya gak mau buang waktu. Dengan berani bodoh saya mencolek teman yang mengerjakan komik di sebelah saya dan nanya, "Boleh saya pakai nama kamu buat karakter saya gak?"

Tips ARKI Cerpen dan Komik: Gak punya nama? Korbankan pinjam nama teman angkatan ARKI-mu

Thus...

...nama gadis yang 'kehilangan' keluarganya adalah Hafifah.

Semakin saya memikirkan tentang Hafifah, semakin saya teringat akan lagu Kokoronashi- nya GUMI. Semakin saya menyelam dalam kisah ini, saya bernyanyi. Ya. Saya menyanyikan versi bahasa inggrisnya dengan alternate lyrics-nya Jubyphonic, dan gak peduli orang lain denger atau enggak.

Sampai Hafifah sendiri protes pasca lomba:

"Iya nih, si Alia nyanyi terus pas lomba!"

Sori. Suara saya pasti jelek.

Saya gak inget detailnya, ya. Tapi ada yang saya paling inget. Satu hal yang bikin saya senyam-senyum sendiri pas ngebayangin itu lagi:

Saya baper. Saya baper terhadap karakter saya, dan tepat saat saya mengubah draft halaman ketujuh menjadi sketsa rapih, air mata saya jatuh di halaman tersebut dan membasahi gambar.

Aku menjerit. Oke, setengah menjerit - apa sih istilah bahasa Indo yang menyatakan 'teriak tapi mulut tertutup rapat'? Aku gak selebay itu, tapi aku langsung menghapusnya dengan sikut.

Sekali lagi.

Air mataku meluber di halaman ketujuh... paling memoriable pisan, bingits, sangat, kacida pokoknya!

Bayangin!

Saya berhasil mengalahkan tantangan tema yang diganti detik-detik sebelum lomba!

Saya berhasil memasukkan plot yang saya pikirkan dalam 8 halaman kertas!

Tapi saya gagal menahan air mata merusak kertasku karena aku baperan.


Btw itu gue yang pake kerudung
Tools yang bisa kelihatan di sana:
Cat akrilik hitam-putih (pengganti gouache), pensil 2B, Pulpen gambar, dan
white gel pen.

Selain itu, aku paling inget itu soalnya aku langsung minta tisu. Ini air mata gak mau stop, dan enggak berhenti sampai saya selesai inking. Kakak pembina yang baik hati ngasih aku tisu buat ngelap piring... yee, emangnya saya porselen mbak? (in case I forgot to tell: Lomba komik diadakan di ballroom hotel, tepat di meja yang kami pakai untuk makan siang/malam) Meski saya pikir... itu lebih baik daripada mengelap air mata dan ingus pakai kerudung berbahan crepe. Mending sekalian pakai amplas.

Ah, nostalgia.

Minggu, 02 April 2017

#ARKI2016 || Hari Pertama, Kesan Pertama, Parasetamol [2]

NAVIGATION
[Next Chapter] [Previous] [First] [Last]


Gua lupa bawa setengah dari hal-hal yang harusnya dibawa.

Waks.

Jadi pada awalnya, di ARKI 2016 ini saya kacau sangat, mungkin saya bisa list apa aja yang tertinggal saking banyaknya. Termasuk surat yang harusnya dibuat oleh kepsek. Tapi ya sudahlah.

Orang pertama yang menjabat tanganku di ARKI 2016 adalah Fani, (Vani? FINI? Sori, saya lupa cara ngetik namanya :v) Dia anak komik juga, saya senang sih. Tapi saya beneran gak bisa hafal nama teman dalam 6 bulan, left alone 5 hari.

Saya sumpah pelupa. Bukan artinya aku mau melupakan dia dan teman-temannya. Tapi saya beneran gak bisa hafal nama satupun teman sekelas saya dalam waktu 3 tahun waktu SD. Saya cuma hafal nama teman sekelas sepanjang SMP, dan selama SMA, saya hanya tahu sedikit dari anggota angkatan saya sendiri.

Jadi kalau orang-orang di ARKI kebanyakan saya adress dengan nama daerah atau nama lainnya, harap maklum. Saya gak hafal.

Okay, moving on.


Jadi karena saya salah satu orang yang diekorin sama guru sekolah (perwakilan yang mengantarkan saya adalah guru sejarah yang sangat lembut), saya agak awkward keliling-keliling. Barulah setelah beliau pergi, saya bisa berkelana dan berkenalan dengan orang lain.

Akan saya panggil mereka, Fani and the geng, karena saya kurang hafal nama mereka (dan kebetulan saya nulis ini dua minggu setelah ARKI tamat.).

Kamu bilang gak ke mereka nama pena kamu, Rohaluss?

Gak. Tapi saya gak mau nyimpen rahasia, jadi saya tunjukkin gambar saya yang pojok kanan bawahnya saya tandatangani dengan nama pena saya. Saya kaget mereka gak komentar soal nama tersebut... atau mungkin mereka gak sadar ada nama Rohaluss di sana :v

Tak lama setelahnya, ada seorang le petite  lady, seorang gadis yang mendekati kami berempat. Dia meminta untuk berkenalan.

Fani en de geng menyambut gadis itu dengan sesuatu yang... mengejutkan:

"Saya Jeniper lopes."

"Saya Milli Sirus."

Le me: *dalem ati* 'Dafuk temen ARKI saya narsis abis'

Merasa malu di tengah orang-orang narsis itu, saya melangkah melerai mereka. "Oke, serius. Saya Alia. Salam kenal, ya, cantik. Kamu siapa?"

Dia agak terbelalak. "Alia... Alia Salamah?"

Lalu dia menunjukkan nametag-nya. Mauren - Cerpen. Tenggorokan saya soak bacanya. Mau teriak tapi masa sih saya teriak? Ini di ballroom loh. Ini saya lagi di pojok ruangan tapi suara cempreng saya terlalu memikat, dan saya tau diri dan-- kalian ngerti lah.

Btw, ini yang terjadi antara aku dan Mauren sebelum hari pertama ARKI 2016:

MAUREN I'M SO SORRY ;-;

So yeah. Man, saya malah ketemu dia duluan gitu. Kan gak lucu. Tapi saya, dengan perasaan bersalah dan malu, langsung memeluk tubuh kecil itu sambil mikir dalam hati, 'Sialan, aku di dunia maya jahad banget ke orang'.

Yes, kalau kamu kenalan ke saya lewat medsos, saya cenderung tukang tabok. Di dunia maya saya mirip kucing, kok. Lembut tapi pingin nyakar mata kamu kalau lagi PMS.

____

Kita skip beberapa adegan sampai detik di mana saya kenalan sama banyak orang yang saya lupa namanya dan pergi ke acara 'pembagian kamar'. Saya... cepet lupa orangnya.

Kebetulan, Mauren udah punya temen jadi saya gak bisa ngajak dia. Alhasil, saya bertemu dengan Zahra. Kita sama-sama kelas 3 dan ini ARKI pertama dan terakhir kami.

Dia anak cerpen. Saya komik. Kita diskusi jadi enak, gak ada rahasia di antara kami berdua. Dia bahkan menunjukkan cerpen yang dia buat waktu penyisihan dan saya terkesan. Hastom harus belajar dari dia.

Setelah mereview cerpen dia... Saya yang sampai pada jam 11 siang menganggur sampai jam 5 sore. Kita gabut, kurja, dan merasakan apa yang namanya 'asa-gimana-gitu-didiemin-selama-enam-jam-nunggu-peserta-yang-belum-datang-kan-gak-enak'.

Saya sempet kontak Iruhan. Saya belum mau kontak Wheza saat itu, soalnya khusus buat temen saya yang satu ini... kalau mulai chat tentang nulis biasanya panjang (dan saya gak bisa keep up kalau udah gitu, maklum saya pakai HP). Hastom dan Andika Kaya ngerengek nanyain aku di mana (saya ada di kamar gak kemana-mana), dan saya haroream  menjawab pertanyaan itu.

Abaikan kejadian garing di atas

Well, skip to bagian dimana Saya dan Zahra terlambat datang karena gak tau jadwal, tau-tau pas kita datang ke Ballroom untuk vlogging orang-orang dah ngumpul. Lagi briefing. WTH, gak ada yang ngasih tau kita... ah, awkward. Dan hal ini disebabkan karena satu masalah kecil...

...aku dan dia tidak punya kontak pembina dan teman-teman lain.

Tips ARKI pertama: Pastikan kalian punya kontak pembina dan teman-teman.

Setelah briefing kami bersiap-siap untuk makan malam. Aku menghela napas pendek, capek pikiran dan malu karena datang terlambat. Tiba-tiba, aku mendengar sayup-sayup suara cowok memanggil namaku dari kejauhan.

'Alia.... Aliaaa!'

Owshiet, itu Andika Kaya.

Jadi aku datang menghampirinya. Dia gak tau wajah saya, jadi saya yang harus nyapa duluan. Hehe.

"Kamu... Rohaluss?"

Aku ngangguk sambil nyengir. Enggak enak dipanggil Rohaluss di dunia nyata meski saya ngumbar ke kalian PLIS PANGGIL AKU ROHIE ATAU ROHALUSS DI DUNIA MAYA. Beda rasanya. Beda banget. Dan itu lebih awkward daripada disuruh nyanyi goyang dumang di bis.

Dia enggak bilang apa-apa, langsung nyambar buku saya dan ia angkat tinggi-tinggi ke udara.

Detik itu, saya sadar dua hal paling bodoh yang pernah terlintas di kepalaku.

>Buset Andika Kaya tinggi banget.

>Buset gue pendek.

Saya perlu lompat untuk mendapatkan buku saya kembali, saudara, saking pendeknya tubuh saya. Untuk pembayangan, terakhir saya mengecek tinggi badan ukuran saya 155cm. Silahkan cari penggaris papan tulis satu biji ditambah setengah lagi. Nah, tinggi saya kurang lebih segitu.

Jadi kita ganti baju lagi. Satu hal yang membuat saya khawatir saat itu adalah saat Zahra jatuh sakit H-1 sebelum lomba. Enggak parah, sih. Dia cuma sakit kepala. Tapi saya harus mondar-mandir 4 kali naik 2 lantai cuma buat minta parasetamol ke kakak pembina. Kakak pembinanya gak peka sih.

Atau akunya aja yang kurang maksa biar diambilin parasetamol detik itu juga, soalnya skenarionya gini:


TES 1

Aku: Kak, minta parasetamol dong

Pembina: Kenapa, sakit kepala? Yaudah, nanti diambilin.


TES 2

Aku: Kak, saya minta parasetamol.

Pembina: Eh? Kamu sakit? Yaudah, nanti diambilin.


TES 3

Aku: Kak... em, temen saya sakit kepala.

Pembina: Perlu parasetamol? Yaudah, nanti diambilin.


TES 4

Aku: Kak, saya yang tadi minta parasetamol.

Pembina: Oh? Belum dapet? Yaudah tunggu disini.

*lima menit kemudian*

Pembina: Ini. Sekalian nih kayu putih. Bisa ikut pembukaan gak?

Aku: Bukan saya. Temen sekamar.

Pembina: OH. Tau gak siapa pembina dia?

Aku: *Koslet seketikah*



Oke, mungkin saya yang salah. Saya harusnya nunggu kakak-kakaknya dan tagih tiap detik gitu.

TIPS ARKI KEDUA: Bawa obat-obatan pribadi - dan yang ini jangan disepelekan. Lu bakal butuh.


Sampai mana saya? Oh ya.


Udah sih. Yang saya inget satu: Karena takut Zahra lupa shalat, saya melakukan hal bodoh seperti ini:

1. Tulis di sticky notes 'Jangan lupa shalat isya' di jam tangan Zahra

2. Tempel sticky notes dengan tulisan 'Ini air buat minum obat' di botol minumnya.

3. Menulis 'Ini obat' pakai tanda panah di meja sebelah tempat tidurnya.


Dan Zahra-nya tidur. Kan saya sinting.



BTW, ini video vlog hari pertama saya dengan Zahra (courtsey punya temen saya sendiri):

Sekalian yang penasaran gimana wajah saya hehe.


Sisa cerita ARKI 2016 dipost dua minggu lagi setelah UN SMA selesai
Hore, nunggu lama :v

#ARKI2016 || Pemberitahuan [1]

NAVIGATION
[PART 1]
[Next Chapter] [Previous] [First] [Last]

Gak ada angin, gak ada hujan, adanya twitter sialan yang kayaknya bakal PHP... disusul pemberitahuan ARKI 2016 yang mengatakan bahwa saya memenangkan lomba komik, masuk 15 besar, dan akan mengikuti pelatihan Akademi Remaja Kreatif Indonesia angkatan kedua.

Eh, serius. Twitter-nya seseorang *uhuk*yangbisakalianlihatdibawah*uhuk* itu agak nyebelin tau.

PUNYA KEMUNGKINAN NGE-PHP BANGET, KAN?!
APALAGI BUAT SAYA

Makanya, waktu lolos saya bingung, bahagia, dan kaget bukan main. Pas mau nge-share ke pembaca blog, saya langsung mikir dua kali.

'The hell, saya mau rahasiain nama saya gimana kalau saya mau nge-share acara ini?'

Nah.

Tapi tetep aja saya nulis ini, nanti kalau udah nerbitin buku saya post.

That being said...


Hai, nama asli saya Alia Salamah Nurfadillah.


Oke, kembali ke cerita.

Saya soak ngedenger berita itu. Banget. Dan lebih kaget lagi, tiga temen saya yang tahu nama asli saya di FB juga masuk ARKI 2016.

Ketiga orang ini adalah Andika, Hastomo, dan Mauren Okta.

Tapi saya cuma ngasih selamet ke Hastomo aja. Pertama, Andika terlalu mirip temen saya, jadi dia mungkin sadar sendiri.

Jadi yaudah. Saya ngasih kabar gembira ini ke sekolah. Guru saya, walikelas tercinta, Mrs. Aya, juga kaget. (sengaja bilangnya Mrs. Aya, soalnya kalau pakai Bu, nanti gak lucu) Soalnya ini ada stampel dari kemendikbud, yang artinya saya lomba lawan anak-anak satu Indonesia.

Daaaannnn.... entah kenapa, diumumin setelah apel pagi.

Um... pak?
Final belum jalan, pak, udah main umumin aja
Yang berteriak paling girang bukan saya, sih. Temen saya. Kurang lebih skemanya begini:


GURU: "Jadi, selama lima hari, Alia akan pergi ke Jakarta, mewakili EGS untuk berlomba di sana."

TEMEN: "BAGUS, PAK! BIARIN DIA GAK BELAJAR AJA! TERLALU PINTER DIA MAH."


*aku padahal remedial matematika dasar dan peminatan*

*tbh saya cuma pinter di kimia.*


Ya sudah. Dengan berat hati, berat jantung, berat kepala juga karena mikirin gimana nyusul pelajaran 4 hari karena sebentar lagi UN, saya mempersiapkan diri untuk berlomba melawan keempat belas peserta lain dari berbagai latar belakang dan berbagai kota yang tersebar di seluruh Indonesia.

But then, saya inget, ini mungkin lomba terakhir saya, ini mungkin kisah terakhir saya dalam usaha mengharumkan nama sekolah... jadi lebih baik bilang gak ah, sekolah mah urusan nanti dan nikmati saja. Buat apa sekolah namanya diharumkan. Kamu bentar lagi UN, dan ini terakhir kalinya kamu bisa menatap Creator Indonesia yang dikumpulkan di ajang ARKI ini.

Jadi emang saya gak niat menang-menang amat, kok.

Saya anaknya pesimis. Banget. Bakal dijelasin di kisah-kisah berikutnya, kok.

Mau tahu apa aja yang diobrolin satu sekolah ke saya?


'Al, kapan pergi?'

'Al, kalau menang traktir ya!'


Sementara saya, yang paling saya khawatirkan, adalah keadaan ikan cupang dan kura-kura yang setiap hari saya rawat, karena saya tahu teman-teman sekelas saya malas memelihara peliharaan kelas dan kura-kura sekolah cuma saya yang ngasih makan.

Rufi, si cupang merah-biru-item, dan sepasang kura-kura yang gak terlalu dirawat nasibnya gimana, ya?

***